Libur Sekolah Ramadhan? Begini Ungkapan Agung Tazka Praktisi Pendidikan KoBek

JSIT Kota Bekasi (18/01/25)-Rame perbincangan dimedia sosial tentang wacana pemerintah akan meliburkan sekolah selama bulan suci Ramadhan 2025, mendapat  respon Abdul Muthi  (menteri pendidikan dasar dan menengah).

Wacana yang terus bergulir menuai pro dan kontra sejumlah tokoh diantaranya adalah ketua umum PP Muhammadiyah (Haedar Nasir)  yang mengatakan bahwa setuju, namun momentum Ramadhan harus dijadikan untuk mendidik akhlaq dan budi pekerti.

“Setuju, setuju. Tapi poin penting bagi Muhammadiyah, Ramadan dijadikan arena untuk mendidik akhlak, mendidik budi pekerti, mendidik karakter," ujarnya dikutip dari BBC Indonesia

Hal senada juga dipertanyakan oleh ketua PBNU Yahya Cholil Staquf, bahwa libur sekolah selama Ramadhan harus memiliki konsep yang jelas dan memperhatikan bagaimana nasib anak-anak yang non muslim (dikutip dari detik)

Berbeda dengan yang disampaikan Muhaimin Iskandar (Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat)  yang tidak setuju dengan wacana libur sekolah bulan Ramadhan.

"Saya kira tidak perlu ya. Karena libur Ramadan itu belum jelas konsepnya. Tidak perlu (libur), tetap saja jalan, puasa tidak menghentikan semua (kegiatan)," katanya seperti dikutip Antara, Sabtu (11/01)

Melalui rapat koordinasi 3 kementerian (kementerian pendidikan dasar dan menengah, kementerian agama, kementerian  dalam negeri), masyarakat disuruh untuk menunggu Surat Edaran (SE) tersebut.

Walaupun demikian, akhirnya Abdul Muthi  merubah istilah libur Ramadhan  menjadi pembelajaran dibulan Ramadhan.

Sebagai praktisi pendidikan, saya menganalisa apapun istilahnya libur Ramadhan ataupun pembelajaran Ramadhan perlu memperhatikan dampak yang akan terjadi pada anak-anak.

Pertama, mengingat tragedi pandemic covid 19 yang terjadi beberapa tahun silam banyak sekali anak-anak yang terpapar/kecanduan game online walaupun sudah dibuat regulasi. Dengan libur selama satu bulan tentunya akan memberikan kesempatan pada anak-anak banyak bermain dan menggunakan gadgetnya. Saya mengamati langsung semakin bertambahnya anak yang kecanduan gadget saat pandemi covid 19, karena kurangnya kontrol dari sekolah dan orang tua.

Kedua, banyaknya orang tua yang bekerja, sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman untuk menitipkan anak-anaknya untuk belajar dipindahkan ke rumah selama satu bulan, hal ini dikhawatirkan kurangnya kontrol dari orang tua. Sehingga anak-anak tidak bisa belajar dengan optimal di rumah.

Ketiga,  bertambahnya libur setelah Ramadhan yaitu libur Idul Fitri outomatis akan memperpanjang libur siswa, hal ini dikhawatirkan membuat siswa berkurang intensitasnya untuk bertemu dengan gurunya. Sebaik-baik pendidikan adalah interaksi langsung dengan gurunya, jika belajar dari rumah tentunya mengurangi intesnsitas bertemu gurunya sehingga kedekatan secara emosional dan spiritualnya akan berkurang.

Walaupun demikian kita tetap harus menghormati keputusan pemerintah, semoga tulisan di atas menjadi renungan kita semua. [Jrw]