Memaknai Kemerdekaan dalam Perspektif Al-Qur’an

Oleh Feri Rustandi, S.Pd,MM (Ketua JSIT Subang- Ketua LP2M Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran As-syifa )
Pasundan Jabar Ekspres.com-Momentum Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang di peringati setiap tanggal 17 Agustus merupakan salah satu upaya bangsa Indonesia menghargai jasa para pahlawan dan The Founding Fathers bangsa ini dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Tiba HUT RI ke-77 pada tahun 2022 ini akan di gelar rangkaian selebrasi dan kegiatan yang variatif dan heroic yang di suguhkan seluruh rakyat Indonesia dalam memeriahkan HUT RI.

Makna esensialnya adalah kita bersyukur dan tidak boleh lupa bahwa kita sebagai generasi penerus tinggal menjaga, melanjutkan dan mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya atas jerih payah generasi terdahulu. Setidaknya ada 3 makna pengertian merdeka menurut KBBI, yaitu bebas dari penjajahan/penghambaan, bebas dari tuntutan dan tidak terikat atau tergantung pada orang atau pihak tertentu.

 

Bagaimana kemerdekaan menurut Perspektif Al-Quran ?

Al-Qur’an menggambarkan makna dan pesan kemerdekaan dalam kaitannya dengan pembebasan atas ketertindasan. Kemerdekaan adalah produk dari kerja keras dan usaha-usaha yang sulit/sukar digapai, proses panjang dan perlu didaki dengan sekuat tenaga. Tersirat dalam QS. Al-Balad: 12. Pada ayat tersebut Allah berfirman, “Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?

Para Ulama Tafsir sepakat termasuk dalam Tafsir Jalalain maksudnya apakah kamu mengetahui (apakah jalan yang sulit) yang akan ditempuhnya itu? Ungkapan ini mengagungkan kedudukan jalan tersebut. Ayat ini merupakan Jumlah Mu’taridhah atau kalimat sisipan, kemudian dijelaskan oleh ayat berikutnya, yaitu: memaknai ayat tersebut sebagai usaha kemerdekaan. Kemerdekaan yang harus dilalui dengan pendakian. Lantas, apa saja hal-hal yang perlu dimerdekakan menurut Al-Qur’an?

Pertama, dalam QS. Al-Balad: 13, Allah berfirman, “Melepaskan budak dari perbudakan.” Hal penting dan pertama yang perlu dimerdekakan menurut Al-Qur’an adalah budak. Budak dalam makna kontekstual dapat bermakna orang-orang yang tidak mendapatkan hak keadilan, persamaan, hidup dalam tekanan dan selalu menjadi objek kekerasan. Dalam Tafsir Jalalain (melepaskan budak) dari perbudakan, yaitu dengan cara memerdekakannya.

Kedua, dalam QS. Al-Balad: 14, Allah berfirman, “Memberi makan pada hari kelaparan.” Ibnu Abbas mengatakan bahwa masgabah artinya kelaparan, Ibrahim An-Nakha’i mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah di hari makanan sulit dicari. Menurut Al-Qur’an yang perlu dimerdekakan adalah orang-orang yang kelaparan. Orang yang mengaku telah merdeka harus memastikan bahwa di suatu tempat tidak boleh ada lagi orang-orang yang kelaparan, baik kelaparan makanan/minuman, ilmu, maupun pengetahuan.

Ketiga, dalam QS. Al-Balad: 15, Allah berfirman, “(memberi) anak yatim yang ada hubungan kerabat.” Anak yatim merupakan objek yang perlu jamin, di lindungi dan dikasihani dalam bingkai kemerdekaan. Perhatian pada anak yang tidak memiliki Ayah, atau bahkan Ibu, menjadi salah satu alat ukur bagi eksitensi sebuah negara sudah merdeka.

Dan keempat, dalam QS. Al-Balad: 16, Allah berfirman, “(memberi) atau orang miskin yang sangat fakir.” Sebagaimana orang yang kelaparan dan anak yatim, fakir dan miskin juga menjadi objek yang harus dimerdekakan, baik oleh negara maupun orang-orang yang mampu. Karena di balik harta orang-orang kaya ada hak fakir miskin.

Dalam tinjauan Siroh Nabawiyah makna kemerdekaan bisa di ambil dari kisah sukses Nabi Muhammad SAW dalam mengemban misi profetiknya di muka bumi (Lihat QS Al-Maa’idah:3) menjadi sumber ilham yang tak pernah habis untuk memaknai kemerdekaan secara lebih holistik dan integral. Ketika diutus 14 abad silam, Nabi Muhammad menghadapi sebuah masyarakat yang mengalami tiga penjajahan sekaligus: disorientasi hidup (QS Luqman: 13; Yusuf: 108; Adz-Dzaariyaat: 56; Al-Jumu’ah: 2), penindasan ekonomi (QS Al-Humazah: 1-4; Al-Maa’uun: 2-3 dan (QS Al-Hasyr: 7), dan kezaliman sosial (QS Al-Hujuraat:13).

Dari makna kemerdekaan yang terdapat QS Al-Balad 14-16 Nabi Muhammad SAW sudah mampu mempraktikan dengan sangat baik dan sempurna selama masa hidupnya. Sehingga cukup dengan meneladani kehidup beliau untuk menjadikan negara kita menjadi negara yang benar-benar merdeka. Kisah para Nabi dan Rasul lain pun mereka ditugaskan membawa misi Tauhid, yang tidak lain hanya bermakna memerdekakan dan membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan manusia atas manusia yang lain seperti kemiskinan, kebodohan, dan penderitaan, serta kesengsaraan hidup, dan merdeka dari pengambaan pada manusia dan alam semesta. Al-Qur’an menegaskan: “(Inilah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang-benderang dengan izin Tuhan mereka”. (Q.S. Ibrahim: 1).

Menjadi renungan buat kita semua, Apakah kita sudah merdeka ? jawaban yang terpenting adalah bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita sudah mampu merdeka dari segala perbudakan hawa nafsu yang menimpa kita. Mampukah kita menjadi pemenang dalam mengendalikan hawa nafsu. Karena orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu adalah salah satu ciri orang yang bertaqwa.

Merdeka bukan berarti bebas secara absolut tapi orang karakter orang yang merdeka adalah orang yang selalu lurus menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya sehingga tidak ada beban dihantui perasaan bersalah dan terhindar dari dosa dan maksiat, karena cukuplah Allah sebagai sebaik-baiknya pelindung.(*)